Sabtu, 09 Januari 2016

Catatan kegelisahan

Saya hanya ingin bercerita, entah pada siapa dan bagaimana akan cara penyampaian saya saat ini. Benar-benar hari yang kian gelap. Beberapa hari terkapar dirumah, hanya dapat menerima message dari sahabat-sahabat. Walaupun celotehan-celotehan itu sempat memberikan percikan dalam pikiran, tapi hati kecil saya tak pernah takut untuk tersenyum, saya pun membuat premis dalam pikiran bahwa mereka tak ingin larut dalam kegundahan yang saya ceritakan.
Namun beberapa hari ini ada sesuatu hal yang benar-benar membuat pikiran saya semakin merintih, perihal catatan saya mengenai arti kata sebuah persahabatan/teman/kakak ketemu gede/ adik ketemu gede.
Saya menatap langit-langit kamar, mengingat kejadian-kejadian yang sempat saya lukiskan disetiap harinya saya bertemu dengan dia ( sebut saja malam). Hampir setiap hari kami bertemu, berjalan di pesisir sambil menikmati sang senja, kami bertukar sudut pandang hingga hanyut dalam sebuah pertikaian.
Sempat kami katakan bahwa kami sedekat nadi, bak bersaudara dengan muka semu. Seperti namanya sang malam, hanya gelap yang nampak dalam pandangan mata.
Mungkin arti teman dalam kehidupannya hanya sebatas perkenalan tanpa pembalasan identitas yang jelas. Tapi tidak sesederhana itu pengertian seorang teman baginya. Masih terasa nyiur angin yang sempat menjatuhkanku dari lamunan saat itu, masih hangat kata-kata yang hendak menjelaskan arti kehidupannya yang penuh pembalasan. Sehina itukah kata maaf setelah perdebatan yang kita lalui? Bahkan gelisah saya saat itu mengarah pada situasi yang tak pernah mereka sampaikan.
Hmm nampaknya takdir membiarkanku untuk membuat persepsi arti sebuah kepercayaan itu diberikan hanya untuk di ikhlaskan. Tanpa memahami lebih dalam bagaimana piring yang pernah terhempas kembali menyatu menjadi wadah nasi bagi penikmatnya.

2 komentar: