CAPSULAR PATTERN HIP JOINT AKIBAT FRAKTUR FEMUR POST OPERATION
DEFINISI
· Capsular Pattern
→ suatu pola kekakuan sendi. Kekakuan sendi ini diakibatkan mengkerutnya kapsul sendi secara total.Ciri-cirinya adalah: (1) gerak fleksi lebih terbatas daripada ekstensi. (2) Di akhir gerakan terasa keras seperti membentur sesuatu.
· Hip
joint
Fraktur femur
→ terputusnya kontiunitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (FKUI dalam Jitowiyono, 2010 : 15).
ETIOLOGI
a. Oedem di sekitar daerah fraktur
Oedem yang terjadi karena adanya luka bekas operasi, sehingga tubuh memberikan respon radang atas kerusakan jaringan di dekat daerah fraktur.
b. Nyeri di sekitar luka operasi
Adanya luka bekas operasi serta adanya oedem di dekat daerah fraktur, menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan interstitial sehingga akan menekan nociceptor, lalu menyebabkan nyeri.
c. Keterbatasan lingkup gerak sendi
Karena oedem dan nyeri yang disebabkan oleh luka fraktur dan luka operasi menyebabkan pasien takut untuk bergerak, sehingga lingkup gerak sendi lama-lama akan mengalami gangguan atau penurunan.
d. Penurunan kekuatan otot
PATOFISIOLOGI
Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematom dan jaringan nekrotik. Jerjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur tulang merangsang respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka. Setelah operasi, penderita akan jarang menggerakan kaki sehingga menyebabkan kekauan sendi panggul.
INTERVENSI FISIOTERAPI
Terapi Latihan
Dilaksanakan menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner, 1996).
Terapi latihan meliputi :
1. Breathing Exercise
Latihan pernafasan dilakukan dengan menarik nafas lewat hidung dan mengeluarkannya lewat mulut. Tujuan untuk mencegah timbulnya komplikasi paru pada pos operasi akibat bius general. Menggunakan teknik deep breathing exercise dengan inspirasi dan ekspirasi maksimal dengan tujuan mempertahankan alveolus tetap mengembang, mobilisasi thorak, untuk meningkatkan oksigenasi dan mempertahankan volume paru.
2. Positioning
Perubahan posisi anggota gerak badan yang sakit. Tujuan untuk mengurangi oedema pada tungkai, maka tungkai dielevasikan dengan cara di ganjal bantal setinggi 30° - 450. Selama pasien sadar, dosisnya adalah satu jam tungkai dielevasikan dan satu jam tungkai dikembalikan ke posisi semula.
3. Static contraction
Suatu terapi latihan dengan cara mengontraksikan otot tanpa disertai perubahan panjang otot maupun pergerakan sendi (Kisner, 1996). Tujuan static contraction adalah memperlancar sirkulasi darah sehingga dapat membantu mengurangi oedem dan nyeri serta menjaga kekuatan otot agar tidak terjadi atrofi.
4. Passive exercise
Suatu gerakan yang dihasilkan dari kekuatan luar dan bukan merupakan kontraksi otot yang disadari. Kekuatan luar tersebut dapat berasal dari gravitasi, mesin, individu atau bagian tubuh lain dari individu itu sendiri (Kisner, 1996). Gerakan ini terbagi menjadi 2 gerakan:
a. Relaxed
passive exercise yaitu gerakan murni yang berasal dari terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Tujuan dari gerakan ini untuk melatih otot secara pasif, sehingga diharapkan otot menjadi rileks dan dapat mengurangi nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak dan elastisitas otot (Kisner, 1996).
b. Force
passive exercise yaitu gerakan berasal dari terapis atau luar dimana pada akhir gerakan diberikan penekanan. Tujuan gerakan ini untuk mencegah terjadinya kontraktur dan menambah luas gerak sendi serta untuk mencegah timbulnya perlengketan jaringan (Kisner, 1996)
5. Active exercise
Gerakan yang dilakukan karena adanya kekuatan otot dan anggota tubuh sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan gravitasi (Basmajian, 1978). Tujuan active exercise (1) memelihara dan meningkatkan kekuatan otot, (2) mengurangi bengkak disekitar fraktur, (3) mengembalikan koordinasi dan ketrampilan motorik untuk aktivitas fungsional (Kisner, 1996).
6. Latihan jalan
Aspek terpenting pada penderita sehingga mereka dapat kembali melakukan aktifitasnya seperti semula. Latihan ini dilakuakan secara bertahap, dimulai dari aktivitas di tempat tidur seperti bergeser (bridging), bangun, duduk dengan kaki terjuntai ke bawah (high sitting) kemudian latihan berdiri, ambulasi berupa jalan dengan menggunakan walker kemudian ditingkatkan dengan menggunakan kruk (tergantung kondisi umum pasien). Latihan berjalan secara Non Weight Bearing (NWB) dengan menggunakan metode three point gait pada hari ke 3 atau sesuai kemampuan pasien kemudian ditingkatkan dengan cara Partial Weight Bearing (PWB) jika pada pasien tersebut sudah terjadi pembentukan callus atau kurang lebih 3 minggu (Gartland, 1974). Dosis awal latihan 30% menumpu berat badan dan kemudian ditingkatkan menjadi 80% menumpu berat badan, lalu ditingkatkan lagi dengan latihan Full Weight Bearing. Tujuan dari latihan ini agar pasien dapat melakukan ambulasi secara mandiri walaupun masih dengan bantuan alat.
7. Edukasi
Edukasi yang perlu diberikan pada pasien yaitu home program yang dapat dilakukan di bangsal maupun di rumah, seperti (1) Melakukan aktivitas sendiri atau dengan bantuan orang lain untuk berlatih seperti yang telah diajarkan, (2) Untuk mengurangi bengkak pasien dianjurkan mengganjal tungkai yang sakit dengan guling saat pasien tidur terlentang, (3) Kurang lebih selama 2 minggu atau lebih setelah post operasi pasien dianjurkan untuk tidak menumpu dengan kaki yang sakit sampai terjadi penyambungan callus.
DAFTAR PUSTAKA
artikel penanganan fisioterapi post operasi
asuhan pada fraktur femur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar